Saturday, 29 August 2009

Sahur dan Berbuka

Tidak terasa bulan Ramadhan telah tiba, bagi anak kosan, ini adalah tantangan baru untuk bertahan hidup.
Inilah kisah para pemburu tajil....

Hari pertama
Masih bingung mau sahur gimana, buka juga gimana. Panggilan pulang berdering, munggahan di rumah, masalah sahur selesai.
SMS jarkom diterima, ada arak-arakan, rangkaian acara sampai sore, ternyata ada buka bareng...
Selamat di hari pertama.
Kalau kau mengira begitu, itu salah besar, karena arak-arakan tidak jadi. Begitu pula dengan buka barengnya. Tapi tidak masalah, karena di masjid ada yang menyediakan tajil.
Ini baru selamat.

Hari kedua
Sahur bersama anak-anak kosan, lauk-pauk sudah disiapkan malam sebelumnya, yah, memang tidak mau repot soalnya.
Menjelang berbuka ada panggilan dari masjid tetangga yang sedang mengadakan acara silaturahmi tapi sepi pengunjung, maka kami datang memenuhi panggilan itu. Di sana kami disambut dengan beberapa rangkaian acara, tausiyah, dan tentu tak lupa tajil saat berbuka.

Hari ketiga
Sahur:tidak ada bedanya dengan hari kedua.


bersambung...

Monday, 22 June 2009

Sukses, Aku dan Kamu.

Minggu lalu ketika merapikan kamar, saya menemukan selembar kertas yang berisi tulisan tangan saya. Setelah dibaca, barulah saya ingat, bahwa itu adalah salah satu tugas ketika INKM ( semacam kegiatan penerimaan mahasiswa baru ). Karena saya merasa tergelitik oleh tulisan saya sendiri, maka saya ketik ulang naskah itu agar sahabat yang lain bisa membacanya juga.
Tidak terlalu panjang memang, tapi cukup untuk mengingatkan saya pada pandangan saya terhadap makna sukses ketika itu. Cobalah dibaca. Semoga menginspirasi.

Ditulis kembali dengan sedikit perubahan yang tidak mempengaruhi isi maupun alurnya, hanya ada beberapa kata yang diganti dengan yang saya rasa lebih pas.

Review SSDK (Strategi Sukses di Kampus)
oleh Imamul M EL'05

Sabtu, 16 Agustus 2009

Apa manfaat SSDK bagi saya?
Dengan mengikuti training SSDK ini saya berharap ke depannya saya dapat mengambil langkah-langkah yang memudahkan saya menempuh masa peralihan dari kehidupan sekolah ke kehidupan kuliah.

Membicarakan soal kesuksesan tidaklah akan ada habisnya. Hal ini terjadi karena setiap orang memiliki cara tersendiri ( yang unik ) dalam memaknai kata 'sukses'. Tidak ada yang bisa ( atau lebih tepatnya tidak boleh ) memaksakan ukuran suksesnya kepada orang lain. Dengan pola pikir yang berbeda, tiap orang akan memiliki ukuran kesuksesan yang berbeda pula. Misalnya mahasiswa fakultas kedokteran menganggap dirinya sukses setelah bisa menjadi dokter. Berbeda pula dengan seorang mahasiswa teknik informatika yang mengatakan sukses bila dia telah dapat membuat software yang berguna, dan tentu saja kita tidak memaksa mahasiswa teknik itu untuk menjadi dokter sebagai perwujudan kesuksesannya. Bila dipertanyakan mana yang lebih baik, tentu jawabannya adalah tidak ada. Tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk. Keduanya hanyalah berbeda.

Cita-cita haruslah dijadikan arah dalam pemanfaatan potensi diri kita. Agar pemanfaatan potensi diri kita. Agar pemanfaatan potensi diri tidak sia-sia, cita-cita yang kita miliki haruslah jelas, spesifik, terukur, dan buatlah batasan waktu kapan harus tercapai. Tentu kita punya pilihan dalam menempuh jalan pencapaiannya, boleh baik atau buruk, dan hasil yang akan kita peroleh bergantung pada jalan apa yang kita tempuh.

Pradita Octoviandiningrum Hadi
16508227 - STEI
Kelompok 95


Dari tulisan saya di masa lalu itu ( hampir setahun lah ), ada kalimat yang saya rasa menarik. "Tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk. Keduanya hanya berbeda." Mengapa ini begitu menarik dan menggelitik? Sama halnya dengan mana yang lebih baik? Wanita atau Pria? Jawabanannya tentu serupa. Tidak ada. Keduanya berbeda, jadi tidak bisa salah satunya lebih dari yang lain. Hal ini tentu berkaitan dengan tolak ukur yang dipakai. Yah, sebenarnya yang ingin saya sampaikan di sini, ayo kita buat ukuran kesuksesan kita sendiri, tidak perlu lirik kanan-kiri untuk menyamakan dengan tetangga, karena kita diciptakan unik, tidak perlu selalu serba sama dengan orang lain. Orang kembar sekalipun memiliki perbedaan.

Selain itu, kita juga harus menentukan arah yang ( seperti yang telah ditulis di artikel di atas ) jelas, spesifik, dan terukur, serta buatlah batasan waktu pencapaiannya. Hal ini diharapkan dapat memacu diri kita untuk selalu melakukan hal terbaik yang terarah. Jangan membuat batasan yang terlalu mudah, karena itu akan membuat kita menjadi malas dan tidak mengeluarkan potensi sesungguhnya. Namun jangan pula terlampau sulit, karena itu dapat membuat kita menyerah lebih cepat. Kita lah yang harus mengenali diri kita, mengukur batasan-batasan kita sendiri. Sekali lagi, ingatlah bahwa kita itu unik.

Thursday, 18 June 2009

Belajar

Belajar adalah pekerjaan kami
dengan belajar
kami temukan diri kami
dalam perasaan kemanusiaan terdalam
karena belajar kami peduli,
peduli pada DIRI SENDIRI dan ORANG LAIN,
peduli DUNIA dan AKHIRAT,
dan puncak dari segalanya adalah
KETIKA KAMI MAMPU
MEMOTIVASI ORANG LAIN
UNTUK BELAJAR

-TRACS-

Kata-kata itu membuat saya memahami diri saya sebagai pembelajar.
Di mana segala persiapan tidak lagi dibutuhkan, karena memang dituntut untuk selalu siap kapan pun dan di mana pun.
Ketika saya mulai bisa peduli pada diri sendiri, begitu sulit untuk peduli pada orang lain.
Ketika tersilaukan oleh kehidupan dunia, tidaklah mudah mengingat akhirat.
Karena saya sering terbuai oleh hidup yang semu.
Namun, akankah diri ini dapat menjadi pemicu orang lain untuk belajar?
Seiring dengan berjalannya waktu, pastilah akan terjawab.