Monday 6 June 2011

My First Ascending

Panjat tebing, climbing, rappelling adalah cita-cita lama yang tak kunjung kesampaian, hingga kemarin. Ya, dalam acara penutupan kegiatan asrama semester genap ini akhirnya saya bisa mencicipi yang namanya ascending. Eits, ini bukan istilah dalam software komputer lho, tapi yang berkenaan dengan pencita alam. Ascending di sini identik dengan panjat tebing menggunakan tali dan alat bantu yang biasa disebut ascender.

Pertama kali mencoba ternyata sangat sulit. Tidak mudah untuk membuat posisi tubuh seimbang. Untuk mengangkat badan agar bisa naik saja, huft, berat sekali rasanya. Apalagi masih belum ngeh dengan tekniknya, padahal para pelatih sudah meneriaki berulang kali.
Ascending merupaka teknik memanjat tebing dengan meniti seutas tali yang sudah lebih dulu tertambat di atasnya. Jika dilakukan konvensional, ascending dapat dilakukan dengan bantuan simpul-simpul tali tambahan. Namun ada pula alat yang disebut ascender untuk membantu proses penitian tali.

Nah, yang kemarin saya coba itu ascending dengan bantuan alat. Ada dua ascender yang dipakai, yang dikendalikan oleh tangan kanan dipakai untuk menahan badan, sedangkan yang dikendalikan oleh tangan kiri dipakai untuk menahan pijakan kaki. Ascender ini tidak bisa tertarik ke bawah, terkecuali kuncinya dibuka. Alat ini pun tidak bisa didorong ke atas kalau sedang menanggung beban. Maka, untuk dapat naik, kita harus memberikan tumpuan secara bergantian pada ascender.

Jadi ketika kita berdiri pada pijakan yang terhubung pada ascender di tangan kiri, maka ascender di tangan kanan tidak akan menanggung beban sehingga bisa didorong ke atas. Setelah itu badan kita yang ditumpukan pada ascender di tangan kanan dan pijakan kaki dibuat rileks sehingga ascender di tangan kiri dapat didorong ke atas. Lalu berdiri lagi pada pijakan dan mendorong ascender pada tangan kanan, dan begitu seterusnya. 

Ya, kira-kira begitulah caranya. Terdengar sederhana namun ternyata membutuhkan tenaga ekstra, apalagi bagi perempuan seperti saya yang tidak rutin olahraga, fuh, hanya mampu sampai 1/4 tebing saja (tebingnya setinggi 33 meter). Itu pun rasanya capek banget. Mana untuk turun harus rappelling sendiri. Hiks, tangan ini sudah tidak kuat, tapi mau bagaimana lagi, kan masih banyak yang antri (maaf ya buat yang nunggu, sungguh itu sudah ekstra tenaga yang keluar). Pegel-pegel tangannya saja sampai sekarang masih terasa. Mau ngangkat tangan susah, mau jalan susah. Hahaha, repot bener. Tapi saya tetap berharap akan ada kesempatan berikutnya untuk menaklukkan tebing itu dan tebing-tebing lainnya. Aamiin...

4 comments:

  1. Dimana dit??

    beuh diriku kangen dunia outbounding eum ^_____^

    ReplyDelete
  2. daerah cibodas lembang nei..

    ReplyDelete
  3. wah, aku belum pernah cobain tuh..
    kalo pas ngliat orang sih kayaknya gampang, ternyata susah n ribet juga ya...

    ReplyDelete
  4. yoi ndra..
    tapi kalo punya modal tenaga insya Allah mudah koq,
    tinggal pembiasaan aja ama step-stepnya..
    saya ngerasanya lebih ngerti langsung praktek daripada mendengar penjelasannya..hehehe,,kurang kebayang

    ReplyDelete

Just let me know that there is a comment here,,